TRIP TO THE BIRD ISLAND
(Catatan Perjalanan Wisata Singkat Pegawai dan Hakim PA Tual)
Tidak salah rasanya jika Indonesia dijuluki sebagai “untaian zamrud khatulistiwa” oleh Multatuli, seorang sastrawan dan penulis berkebangsaan Belanda yang menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan betapa kaya dan indahnya nusantara dengan gugusan pulau-pulau yang tersebar dari sabang sampai merauke, demikian juga Kepualauan Kei yang secara geografis merupakan daerah kepulauan turut mempertegas istilah tersebut.
Satu hal yang menarik tentang Kepulauan Kei secara geografis adalah gugusan pulau-pulaunya, baik pulau-pulau kecil maupun besar seperti mengapung di antara biru laut banda dan laut arafura, ratusan pulau yang menghampar diatas samudera membentuk gugus pulau yang indah, hampir 70% pulau-pulau tersebut merupakan pulau yang tidak berpenghuni. Hamparan pulau-pulau itu juga menyuguhkan pemandangan yang indah untuk dinikmati.
Tidak lengkap rasanya jika selama bertugas di PA Tual tapi tidak memanfaatkan waktu libur untuk melepas penat, sejenak melupakan kesibukan kantor sambil menikmati kekayaan alam dan menapaki indahnya pulau-pulau yang terhampar di kepulauan kei.
Trip To The Bird Island, sebuah perjalanan wisata sederhana para pegawai dan hakim PA Tual yang Berawal dari ide beberapa pegawai untuk membuat acara kumpul-kumpul pegawai dan hakim PA Tual maka tawar-menawar tentang “kegiatan apa, kapan dan dimana” mulai didikusikan, diskusipun ditutup dengan kesepakatan untuk untuk mengunjungi Pulau Burung.
Dana secukupnya hasil sumbangan sukarela para pegawai dan hakim telah terkumpul, Sabtu 18 Oktober 2014 adalah waktu yang disepakati untuk melakukan perjalanan ke Pulau Burung, pembagian tugas untuk persiapan kegiatan mulai dilakukan, mulai dari makanan, belanja ikan, bahan baku perapian hingga persiapan tehnis lainnya. Pukul 09.00 WIT setelah persiapan seadanya seluruh tim berkumpul di Mes Pengadilan Agama Tual, Tim mulai berangkat menuju tempat penyeberangan di Desa Dullah, setelah tawar-menawar ongkos carteran speedboat, tim mulai bergegas menuju Pulau Burung.
Kira-kira sepuluh menit setelah speedboat bertolak dari Desa Dullah, nyaris tak ada lagi senda gurau diantara sesama anggota tim, mungkin sedikit gelombang yang membuat perahu agak oleng turut mengheningkan suasana. Kurang lebih 20 menit perjalanan tim akhirnya tiba di Pulau Burung, dari atas speedboat terlihat pasir putih yang indah, menghampar di pesisir gugusan pulau-pulau tersebut, jarak yang berdekatan antara pulau satu dengan lainnya makin memperindah pemandangannya.
Pukul 10.30 WIT tim telah tiba di Pulau Burung, segala perbekalan dan perlengkapan diturunkan, acara bakar ikan langsung dilaksanakan mengingat waktu makan siang semakin mepet, semua anggota tim sibuk dengan aktifitas masing-masing. Tepat pukul 13.06 WIT persiapan makan siang telah selesai, lesehan “ala pulau burung” digelar dengan menu ikan bakar, colo-colo, sambal, enbal bubuhuk, dan ketupat masakan Pak Man Sopalatu. Makan siang pun dimulai dengan nikmatnya sambil sesekali bersenda-gurau antar sesama tim. Selesai makan siang masing orang kemudian mulai mencari kesibukan sendiri sembari menikmati indahnya Pulau Burung, Mancing, Bernyanyi, berjalan mengelilingi pulau dll.
Disebelah selatan pulau terlihat dua orang turis yang sedang snorkling menikmati indahnya terumbu karang dan pemandangan bawah laut disekitar pulau, kamipun mulai mengajak guidenya untuk berbincang, kebetulan sekali guide tersebut adalah penduduk Desa Dullah yang sering mengantar turis ke pulau-pulau sekitar, tentunya dia memiliki pengetahuan tentang pulau yang sementara kami datangi, kamipun berkesempatan melakukan hiden intervieuw lewat perbincangan tersebut, dari situlah kami mendapat tambahan informasi tentang Pulau Burung.
Pulau Burung, adalah sebuah pulau kecil yang oleh penduduk lokal lebih dikenal dengan nama Pulau Adranan, terletak disebelah timur laut Pulau Dullah Laut dan masuk kedalam daerah adat Desa Dullah. Pulau ini memiliki luas daratan kurang lebih 500 M2, menurut penuturan salah satu penduduk lokal bahwa nama Adranan berasal dari sebuah hikayat tentang dua orang pemuda Dullah pada zaman dahulu yang berhasil memanah seekor burung raksasa yang disebut sebagai burung adranan, kemudian pulau tersebut diberikan kepada keua pemuda tersebut sebagai hadiah, karena itulah penduduk setempat menyebutnya dengan nama Pulau Adranan, seiring berjalannnya waktu orang sering menjumpai beberapa jenis burung yang menjadikan pulau tersebut sebagai tempat persinggahan, lama-kelamaan pulau itu kemudian disebut dengan naman Pulau Burung.
Namun sayangnya, keindahan pulau tersebut mulai memudar akibat aktifitas eksploitasi pasir laut, teras pulau sebelah barat yang dulunya dipenuhi pasir sebagai peredam gelombang dan abrasi secara alami kini mulai hilang akibat pengerukan, abrasi kini telah menghantam badan pulau, belum lagi penebangan dan pembakaran pohon yang merupakan vegetasi alami Pulau Burung, terlihat beberapa pohon yang mengering karena terbakar. Pulau yang memiliki luas 500 M2 tentunya memiliki batas kemampuan daya dukung terhadap lingkungan sekitarnya, bila terus dirusak atau dieksploitasi secara tidak arif tentunya lambat lau akan menghancurkan pulau itu sendiri, dan memberikan pengaruh degradatif terhadap pulau-pulau lain disekitarnya.
Besar harapannya semoga pulau-pulau nan indah tersebut mendapat perhatian yang serius dari semua pihak yang berkepentingan demi kelestarian lingkungan wilayah pesisir yang menakjubkan ini bagi generasi selanjutnya. (Han.L)